Minggu, 30 Oktober 2011

Teori Evolusi Unilinear


2.1 Teori Evolusi Keluarga ( J.J Bachofen )
            Teori – teori hukum evolusi yang berbeda daripada teori Spencer terurai di atas diajukan oleh beberapa ahli hukum penting, antara lain H. Maine, ahli hukum Inggris yang terkenal, dan J.J Bachofen, ahli hukum Jerman. Ahli yang tersebut terakhir juga menjadi terkenal dalam ilmu antropologi, karena telah mengembangkan teori tentang evolusi hukum milik dan hukum waris, dan erat bersangkutan debgan itu juga teori tentang evolusi bentuk keluarga.
            Teori itu diuraikan Bachofen dalam buku Das Mutturrecht (1861) dengan banyak bahan bukti yang tidak hanya diambilnya dari masyarakat Yunani dan Rum Klasik, tetapi juga bahan etnografi dari masyarakat bangsa – bangsa Indian di Amerika. Menurut Bachofen, di seluruh dunia keluarga manusia berkembang melalui empat tingkat evolusi. Dalam zaman yang telah jauh lampau dalam masyarakat manusia ada keadaan promiskuitas, dimana manusia hidup serupa sekawan bunatan sekelomok, dan laki – laki serta wanita berhubungan dengan bebas dan melahirkan keturunya tanpa ikatan. Kelompok keluarga inti sebagai inti masyarakat belum ada pada waktu itu. Keadaan ini dianggap merupak tingkat pertama dala proses perkembangan masyarakat manusia. Lambat laun manusia sadar akan hubungan antara si ibu dengan anak – anaknya sebagai suatu kelompok keluarga inti dalam masyarakat, karena anak – anak hanya mengenal ibunya, tetapi tidak mengenal ayahnya. Dalam kelompok – kelompok keluarga inti serupa itu, ibulah yang menjadi kepala keluarga. Perkawinan antara ibu dan anak laki – laki dihindari, dan dengan demikian timbul adat exogami. Kelompok - kelompok keluarga ibu tadi itu menjadi luas karena garis keturunan untuk selanjunya diperhitungkan melalui garis ibu, maka timbul suatu keadaan masyarakat yang oleh para sarjan waktu itu disebut matriarchate. Ini adalah tingkat kedua dalam proses perkembangan masyarakat manusia. Tingkat kemudian terjadi karena para pria tak puas dengan keadaan ini, lalu mengambil calon – calon istri mereka dari kelompok – kelompok lain dan membawa gadis – gadis itu ke kelompok – kelompok mereka sendiri. Dengan demikian keturunan yang dilahirkan juga tetap  tinggal dalam kelompok pria. Kejadian ini menyebabkan timbul secara lamabt – laun kelompok keluarga dengan ayah sebagai kepala dan dengan meluasanya kelompok – kelompok serupa itu timbullah keadaan patriarchate. Ini adalah tingkat ketiga dalam proses perkembangan masyarakat manusia. Tingkat terakhir terjadi waktu perkawinan di luar kelompok, yaitu exogami berubah menjadi endogami karena berbagai sebab. Endogamy atau perkawinan di dalam batas –batas kelompok menyebabkan bahwa anak – anak sekarang senantiasa berhubungna langsung dengan anggota keluarga ayah atau ibu. Xdengan demikian patriarchate  lambat – laun hilanh, dan berubah menbjadi suatu susunan kekerabatan yang oleh Bachofen disebut susunan parental.
            Dengan uraian dari tingkat – tingkat evolusi masyarakat menurut Bachofen, kita mendapatkan suatu contoh bagaimana para penganut aliran Evolusionisme itu biasannya berpikir. Teori Bachofen itu sampai akhir abad ke – 19 memang mendapat pengaruh yang luas dalam kalngan ilmu – ilmu social di Eropa Barat, dan secara khusus juga mempengaruhi cara berpikir sejumlah ahli antropologi masa itu.    
2.2 Teori Evolusi Social ( Herbert Spencer)
            Menurut konsepsi tentang proses evolusi social universial, semua hal tersebut harus dipandangi dalam rangka masyarakat manusia yang telah berkembang dengan lambat (berevolusi), dari tingkat – tingkat yang rendah dan rendah, ke tingkat – tingkat ya g makin lama makin tinggi dan complex. Proses evolusi seperti itu akan dialami oleh semua masyarakat manusia di muka bumi, walaupun dengan kecepatan yang berbeda – beda. Itulah sebabnya pada masa kini masih ada juga kelompok – kelompok manhusia yang hidup dalam masyarakat yang bentuknya belum banyak berubah dari sejak zaman mahluk manusia baru timbul di muka bumi artinya mereka baru berada pada tingkat – tingkat permulaan dari proses evolusi social mereka. Bangsa – bangsa lain berada pada tingkat – tingkat pertengahan dari preoses itu, sedangkan ada pula bangsa – bangsa yang telah mencapai tingkat evolusi social yang tertinggi, yaitu bangsa – bangsa di Eropa Barat.    
            Ahli filsafat Inggris H. Spencer (1820 – 1903) bersama dengan ahli filsafat Perancis A. Comte termasuk aliran cara berpikir positivisme, yaitu aliran dalam ilmu filsafat yang bertujuan menerapkan metodologi eksak yang telah dikembangkan dalam ilmu fisika dala alam, dalam studi masyarakat manusia. Agak berbeda denganA. Comte, dalam studi –studinya Spencer mempergunakan bahan etnogarfi dan etnografika secara sangat luas dan sangat sistematis. Maka walaupun dalam tulisan – tulisannya ia selalu menyebut ilmu pengetahuan yang dilaksanakannya itu “ilmu sosiologi”, yaitu istilah yang diciptakan oleh A. Comte, ia dapat juga kita anggap salah seorang tokoh utama dalam timbulnya ilmu antropologi.
            Semua karya Spencer berdasarkan konsepsi bahwa seluruh alam itu, bai yang berwujud nonorganis, organis, maupun superorganis, berevolusi karena didorong oleh kekuatan mutlak yang disebutnya evolusi universal (Spencer 1876 : I, 434). Ia menghsilkan suatu buku raksasa yang bermaksud melukiskan proses evolusi universal itu di antara semua bangsa di dunia. Buku yang terdiri dari 15 jilid itu diesbutkanya Descriptive Sosiology (1873 – 1934). Bahan yang disusun dalam buku Descriptive Sosiology oleh Spencer dianggap hanya bahan deskriptif yang masih “mentah”, guna memberi landasa dan ilustrasi dari konsep dan teori tentang azas – azas  dan evolusi masyarakat dan kebudayan seluruh umat manusia yang tercantum dalam karya pokoknya, yaitu ketiga jilid buku yang berjudul Principles of Sosiology (1876 – 1896).
            Gambaran menyeluruh tentang evolusi universial dari umat manusia yang termaktub dalam buku yang terakhir, menunjukan bahwa dalam garis besarnya Spencer melihat perkembangan masyarakat dan kebudayaan dari tiapp bangsa di dunia itu telah atau akan melalui tingkat – tingkat evolusi yang sama. Namun ia tak mengabaikan fakta bahwa secara khusus tiap bagian masyarakat atau sub – sub kebuadayaan bisa mengalami proses evolusi yang melalui tingkat - tingkat yang berbeda –beda.
            Suatu contoh adalah misalnya mengenai asal mula religi. Pangkkal pedirian mengenai hal itu adalah banhwa pada semua bangsa di dunia roeligi itu mulai karena manusia sadar dann takut akan maut.serupa dengan pendirian ahli sejarah kebudayan E.B. Tylor, ia juga berpendirian bahwa bentuk religi yang tertua adalah penyembahan kepada roh – roh yang merupakan personinifikasi dari jiwa – jiwa orang – orang yang telah meninggal, terutama nenek moyangnya. Bentuk religi yang tertua ini pada semua bangsa d dunia akan berevolusi ke bentuk rreligi yang menurut Spenncer merupakan tingkat evolusi yang lebih complex dan berdiferensiasi, yaitu penyembahan kepada dewa – dewa, seperti dewa kejayaan, dewa kebijaksanaan, dewa pperang, dewi kecantikan, dewa maut dan sebagainya. Dewa – dewa yang menjadi pusat orientasi da penyembahan manusia dalam tingkat evolusi religi seperti itu mempunyai ciri – ciri yang mantap dalam bayangan seluruh umatnya, karena tercantum dalam mitologi yang seringkali telah berada dalam bentuk tulisan. Namun, walaupun religi dari semua bangsa di dunia pada garis bbesra evolusi universal akan berkembang darti tingkat penyembahan roh nenek moyang ke tingkat penyembahan dewa – dewa, secara khusus tiap bangsa dapat mengalami proses evolusi yang berbeda –beda.       
            Contoh lain mengenai anggapan Spencer tentang perbedaan antara proses evolusi universal yang seragam dan proses evolusi khusus yang berbeda – beda., tampak dalam teorinya tentang evolusi hukum dalam masyarakat. Dalam hubungan itu Spencer berpendirian bahwa hokum dalam masyarakat manusia pada mulanya adalah hokum keramat, karena merupakan aturan – aturan hidup dan bergaul, yang berasal dari para nenek moyang. Dengan demikian kekkuatan dari hukum dalam masyarakat pada zaman permulaan itu, yang terdiri dari kelompok – kelompok keluarga luas yang terdiri dari paling banyak 10 sampai 20 individu, berlandaskan kepada ketakutan warga masyarakat akan kemarahan roh – roh nenek moyang apabila aturan – aturan dilanggar. Maka ketaatan warga masyarakat pada zaman itu kepada aturan – aturan yang mereka anggap berasal dari para nenek moyang itu adalah karena mereka saling butuh – membutuhkan dalam kebutuhan masyarakat.
Pada tingkat evolusi social, waktu timbul masyarakat beragama, maka masyarakat telah menjadi sedemikian besarnya hingga kekuasaan otoriter raja pun tidak lagi cukup. Kekuasaan itu perlu dibantu dengan sifat keramat raja. Karena itu ditanamkan keyakinan pada warga masyarakat bahwa raja adalah keturunan dewa, dan bahwa hokum yang diperlihara adalah hokum keramat.
Pada tingkat evolusi social selanjutnya  timbul masyarakat industry, di mana manusia menjadi bersifat lebih individualis, dan di man kekuasaan raja dan keyakinan terhadap raja keramat berkurang. Maka timbul lagi suatu sistem hukum yang baru, yang kembali berdasrkan asas saling butuh membutuhkan antara warga masyarakat secara timbale balik. Prosedur terjadinya undang-undang adalah dengan perundingan antara wakil-wakil warga masyarakat dalam badan-badan legislative.
2.3 Teori evolusi Kebudayaan ( L.H. Morgan )
Teori Morgan mengenai evolusi kebudayaan mendapatkan kecaman yang sangat tajam dari para ahli antro[ologi di Inggris dan Amerika pada awal abad ke-20 ini, dan walaupun ia seorang warga Negara Amerika yang mempunyai pengetahuan yang luas mengenai kehidupan masyrakat dan kebudayaan indian penduduk pribumi Amerika, ia tokoh yang tidak dianggap sebagai pebdekar ilmu antropologi Amerika tokoh yang lebih diakui sebagai “bapak” ilmu antropologi di negeri itu adalah F. Boas, seorang kelahiran Jerman.
Sesuai dengan zaman, L.H Morgan percaya kepada konsep evolusi masyarakat. karya pokoknya berjudul Ancient Society (1877) mebcoba melukiskan proses evolusi masyarakat dan kebudayaan manusia melalui delapan tingkat evolusi yang universal. Menurut Morgan, masyarakat dari semua bangsa di dunia sudah atau masih akan menyelesaikan proses evolusinya melalui  kedelapan tingkat evolusi sebagai berikut :
1.      Zaman Liar Tua yaitu zaman sejak adanya manusia sampai ia menemukan api, dalam zaman ini manusia hidup dari meramu, mencari akar – akar dan tumbuh – tumbuhan liar.
2.       Zaman Liar Madya yaitu zaman sejak manusia menemukan api,  sampai ia menemukan senjata busur – panah, dalam zamaan ini manusia mulai merubah mata pencaharian hidupnya dari meramu menjadi pencari ikan di sungai – sungai atau menjadi pemburu.
3.      Zaman Liar Muda yaitu zaman sejak manusia menemukan senjata busur – panah, sampai ia mendapatkan kepandaian membuat barang – barang tembikar, dalam zaman ini mata pencaharian masih berburu.
4.      Zamaan Barbar Tua yaitu yaitu zaman sejak manusia menemukan kepandaian membuat tembikar sampai ia beternak atau bercocok tanam.
5.      Zaman Barbar Madya yaitu zaman sejak manusia beternak atau bercocok tanam sampai ia menemukan kepandaiana membuat benda – benda dari logam.
6.      Zaman Barbar Muda yaitu zaman sejak manusia menemukan kepandaian membaut benda – benda dari logam, sampaai ia mengenal tulisan.
7.      Zaman Peradaban Purba.
8.       Zaman Peradaban Masakini.
Rangka mengenai kedelapan tingkat evolusi tersebut di atas oleh Morgan dipakai untuk menyusun bahan yang banyak jumlahnya tentang unsur-unsur kebudayaan dari berbagai suku bangsa Indian di Amerika Serikat, dari penduduk asli Australi, dari bangsa – bangsa Yunani dan Run Klasik, dan dari beberapa bangsa di Eropa sekarang.
2.4 Teori Evolusi Religi Oleh E. B. Tylor
Edward E.B.Tylor (1832-1917) adalah orang Inggris yang awalnya mendapatkan pendidikan dalam kesusasteraan dan peradaban Yunani dan Rum Klasik, dan baru kemudian tertarik akan ilmu arkeologi. Karena ia mendapat kesempatan untuk turut dengan keluarganya berkelana ke Afrika dan Asia, ia menjadi tertarik untuk membaca etnografi. Sebagai orang yang dianggap memiliki kemahiran dalam ilmu arkeologi, dalam tahun 1856 ia turut dengan suatu ekspedisi Inggris untuk menggali benda-benda arkeologi di Meksiko. Walaupun ia hanya turut sebagai asisten saja, ia juga dapat menghasilkan sebuah buku sendiri mengenai kebudayaan Meksiko Kuno, dibandingkan dengan kebudayaan Meksiko masa kini, berjudul Anahuac, or Mexico and the Mexicans, Ancient and Modern (1861). Buku ini merupakan hasil karya Tylor yang pertama. Selain itu beratus-ratus buku dan karangan yang lain terbit setelahnya.
Dari karangan-karangan itu, terutama dari buku yang tebalnya dua jilid berjudul Researches into the early History of Mankind (1871), tampak pendiriannya sebagai penganut cara berpikir evolusionisme. Menurut uraiannya, seorang antropolog bertujuan mempelajari sebanyak mungkin kebudayaan yang beraneka ragam di dunia, kemudian mencari unsur-unsur persamaan pada kebudayaan-kebudayaan itu, lalu mengkelaskannya berdasarkan unsur-unsur persamaan itu sedemikian rupa, sehingga tampak sejarah evolusi kebudayaan manusia itu dari satu tingkat ke tingkat yang lain.
Suatu penelitian yang dilakukan oleh Edward E.B.Tylor dengan cara mengambil unsur-unsur kebudayaan seperti sistem religi, kepercayaan, kesusasteraan, adat-istiadat, upacara, dan kesenian. Penelitian itu menghasilkan karyanya yang terpenting, yaitu dua jilid Primitive Culture: Researches into the Development of Mythology, Philosophy, Religion, Language, Art and Custom (1874). Dalam buku itu ia mengajukan teorinya tentang asal mula religi, yang berbunyi sbb: Asal mula religi adalah kesadaran manusia akan adanya jiwa. Kesadaran akan paham jiwa itu disebabkan karena dua hal, yaitu:
1.      Perbedaan yang tampak pada manusia antara hal-hal yang hidup dan hal-hal yang mati. Satu organisme yang mulanya bergerak-gerak, artinya hidup, dan tak lama kemudian organisme tersebut tak bergerak lagi, artinya mati. Maka manusia mulai sadar akan adanya suatu kekuatan yang menyebabkan gerak-gerak itu, yaitu jiwa.
2.      Peristiwa mimpi. Dalam mimpinya manusia melihat dirinya di tempat-tempat lain (bukan di tempat di mana ia sedang tidur). Maka manusia mulai membedakan antara tubuh jasmaninya yang ada di tempat tidur, dan suatu bagian lain dari dirinya yang pergi ke tempat-tempat lain. Dirinya yang berada di bagian lain itulah yang disebut jiwa.
Sifat abstrak dari jiwa itu menimbulkan keyakinan pada manusia bahwa jiwa dapat hidup langsung, lepas dari tubuh jasmaninya. Pada waktu hidup, jiwa itu masih tersangkut kepada tubuh jasmani, dan hanya dapat meninggalkan tubuh waktu manusia tidur atau pingsan. Karena pada saat-saat serupa itu kekuatan hidup pergi melayang, maka tubuh berada dalam keadaan lemah. Tetapi Tylor berpendirian bahwa walaupun sedang melayang, hubungan jiwa dengan jasmani pada saat tidur atau pingsan tetap ada. Hanya apabila manusia mati, jiwanya melayang terlepas, dan terputuslah hubungan dengan tubuh jasmani untuk selama-lamanya. Hal itu jelas terlihat apabila tubuh jasmani sudah hancur, berubah menjadi debu di dalam tanah, atau hilang berganti menjadi abu di dalam api upacara pembakaran mayat. Jiwa yang telah terlepas dari jasmaninya dapat berbuat sekehendaknya. Alam semesta penuh dengan jiwa-jiwa merdeka itu, yang oleh Tylor tidak disebut soul, atau jiwa lagi tetapi disebut spirit (makhluk halus atau roh). Dengan demikian pikiran manusia telah mentransformasikan kesadarannya akan adanya jiwa menjadi keyakinan kepada makhluk-makhluk halus.
Pada tingkat tertua dalam evolusi religinya, manusia percaya bahwa makhluk-makhluk halus itulah yang menempati alam sekeliling tempat tinggalnya. Makhluk-makhluk halus yang tinggal dekat tempat tinggal manusia itu, yang bertubuh halus sehingga tidak dapat tertangkap oleh pancaindera manusia, yang mampu berbuat hal-hal yang tak dapat diperbuat manusia, mendapat tempat yang sangat penting dalam kehidupan manusia, sehingga menjadi obyek penghormatan dan penyembahannya, yang disertai berbagai upacara berupa doa, sajian, atau korban. Religi serupa itulah yang oleh Tylor disebut animisme.
Kemudian Tylor melanjutkan teorinya tentang asal mula religi dengan suatu uraian tentang evolusi religi yang berdasarkan cara berpikir evolusionisme. Katanya, animisme yang pada dasarnya merupakan keyakinan kepada roh-roh yang mendiami alam sekeliling tempat tinggal manusia, merupakan bentuk religi yang tertua. Pada tingkat kedua dalam evolusi religi, manusia yakin bahwa gerak alam juga disebabkan adanya jiwa di belakang peristiwa-peristiwa dan gejala-gejala alam itu. Sungai-sungai yang mengalir dan terjun ke laut, gunung-gunung yang meletus, gempa bumi, angin topan, gerak matahari, tumbuhnya tumbuh-tumbuhan, seluruh gerakan alam disebabkan oleh makhluk-makhluk halus yang menempati alam.
Kejadian-kejadian alam itu kemudian dipercaya sebagai makhluk-makhluk yang memiliki suatu kepribadian dengan kemauan dan pikiran, yang disebut dewa-dewa alam. Pada tingkat ketiga dalam evolusi religi, bersama dengan timbulnya susunan kenegaraan dalam masyarakat manusia, timbul pula keyakinan bahwa dewa-dewa alam itu juga hidup dalam suatu susunan kenegaraan, serupa dalam dunia makhluk manusia. Maka terdapat pula suatu susunan pangkat dewa-dewa, mulai dari raja terendah pangkatnya. Susunan serupa itu lambat laun menimbulkan kesadaran bahwa semua dewa itu pada hakekatnya hanya merupakan penjelmaan dari satu dewa saja, yaitu dewa yang tertinggi. Akibat dari keyakinan itu adalah berkembangnya keyakinan kepada satu Tuhan dan timbulnya religi-religi yang bersifat monotheisme sebagai tingkat yang terakhir dalam evolusi religi manusia.
3.1  Kesimpulan
 Masyarakat manusia berkembang secara lambat ( berevolusi ) dari tingkat-tingkat rendah dan sederhana menuju ke tingkat yang lebih tinggi dan kompleks. Dimana kecepatan perkembangannya atau proses evolusinya berbeda-beda setiap wilayah yang ada di muka bumi ini. Itulah sebabnya ada kita jumpai masyarat yang sudah maju, masyarakat yang masih hidup dalam proses menuju kemajuan dan masyarakat yang masih hidup seperti zaman dahulu.
Konsep Evolusi social universal H. Spencer, semua karya Spencer berdasarkan konsepsi bahwa seluruh alam itu, baik yang berwujud nonorganis, organis, maupun superorganis berevolusi karena didorong oleh kekuatan mutlak yang disebutnya evolusi universal.
Teori Spencer mengenai religi adalah bahwa pada semua bangsa didunia religi itu mulai karena manusia sadar dan takut akan maut. Serupa dengan E.B Tylor ia juga berpendirian bahwa bentuk religi paling tua adalah penyembahan kepada roh-roh yang merupakan personifikasi dari jiwa-jiwa orang-orang yang telah meninggal, terutama nenek moyangnya. Bentuk religi yang tertua ini pada semua bangsa didunia akan berevolusi kebentuk religi yang menurut spencer merupakan tingkat evolusi yang lebih kompleks dan berdiferensiasi, yaitu penyembahan kepada dewa- dewa, seperti dewa kejayaan, kebijaksanaan, dewa perang, dewi kecantikn, dan sebagainya.
Menurut Bechofen bahwa di seluruh dunia ini, evolusi keluarga berkembang melalui empat tahapan ( Koentjaraningrat, 1980:38-39 ) yaitu sebagai berikut :
1.  Tahapan Promiskuitas : di mana manusia hidup serupa seperti sekawan binatang yang hidup berkelompok, laki-laki dan wanita berhubungan bebas sehingga melahirkan keturuna tanpa ada ikatan. Pada tahapan ini, laki-laki dan perempuan bebas melakukan hubungan perkawinan dengan yang lain tanpa ada ikatan kelurga dan menghasilkan keturunan tanpa ada terjadi ikatan keluarga seperti sekarang ini.
2.   Lambat laun manusia semakin sadar akan hubungan ibu dan anak, tetapi anak belum mengenal ayahnya melaikan hanya masih mengenal ibunya. Dalam keluarga inti (ibu dan anak)  ibulah yang menjadi kepala keluarga dan yang mewarisi garis keturunan. Pada tahapan ini disebut tahapan matriarchate. Pada tahapan ini perkawinan ibu dan anak dihindari sehingga muncullah adat exogami.
3.  Sistem Patriarchate : dimana ayahlah yang menjadi kepala keluarga serta ayah yang mewarisi garis keturunan. Perubahan dari matriarchate ke tingkat patriarcahte terjadi karena laki-laki merasa tidak puas dengan situasi keadaan sosial yang menjadikan wanita sebagai kepala keluarga. Sehingga para pria mengambil calon istrinya dari kelompok-kelompok yang lain dan dibawanya ke kelompoknya sendiri serta menetap di sana. Sehingga keturunannyapun tetap menetap bersama mereka.
4.   Pada tahapan yang terakhir, patriarchate lambat laun hilang dan berobah menjadi susunan kekerabatan yang disebut Bachofen susunan parental. Pada tingkat terakhir ini perkawinan tidak selalu dari luar kelopok (exogami) tetapi juga dari dalam kelompok yang sama (endogami). Hal ini menjadikan anak-anak bebas mengenal dan berhubungan langsung dengan kelurga ibu maupun ayah.
Menurut Teori Evolusi Kebudayaan L.H.Morgan, L.H.Morgan (1818-1881) adalah seorang peristis antropologi di Amerika terdahulu. Awall kariernya adalah sebagai ahli hukum yang tinggal bersama dengan suku-suku Indian Iroquois di Hulu suangi St. Lawrence (New York). Ia juga banyak melakukan penelitiannya di sana yaitu untuk meneliti suku Indian Iroquois. Salah satu judul buku terutama dari karya L.H.Morgan adalah Ancient Society (1877) yang berisikan tentang delapan tahapan proses terjadinya evolusi kebudayaan secara universal
Adapun Skema Teori : Zaman Liar, Zaman Barbar, Peradaban Purba, Peradaban Masa Kini.
Teori Frazer mengenai asal mula religi dapat diringkas sebagai berikut: manusia memecahkan soal- soal hidupnya dengan akal dan system pengetahuannya, tetapi akal dan system pengetahuan itu ada batasnya. Makin terbelakang kebudayaan manusia, makin sempit lingkaran batas akalnya. Soal- soala hidup yang tak dapat dipecahkan akal pikiran dipecahakan dengan magic, ilmu gaib. Magic menurut Frazer adalah semua tindakan manusia untuk mencapai suatu maksud melalui kekuatan- kekuatan yang ada dibelakangnya. Manusia mula-mula hanya menggunakan ilmu gaibuntuk memecahkan soal-soal hidupnya yang ada diluar batas kemampuan dan pengetahuan akalnya. Ilmu gaib menurut Frazer adalah segala system tingkah laku dan sikap manusia untuk mencapai suatu maksud dengan menguasai dan mempergunakan kekuatan-kekuatan dan kaidah gaib yang ada didalam alam. Sebaliknya religai adalah segalasistem tingkah laku manusaia untuk mencapai suatu maksud dengan cara menyandarkan dirir pada kemauan dan kekuasaan mahluk halus seperti roh-roh,dewa-dewa,dsb.

DAFTAR PUSTAKA
Google.2010. Teori Unilinear.November 2010. 18:00; Makassar
Google.2010.spencer .Wikipedia November 2010. 18:00; Makassar
Koentjaranigrat.1990.  Sejarah Teori Antropologi 1. Universitas Indonesia(UI-Press ;    Jakarta
Koentjaranigrat.1990.  Sejarah Teori Antropologi 2. Universitas Indonesia(UI-Press ;    Jakarta