Sabtu, 26 November 2011

Tinggalan Arkeologi Islam di Bali ( Masjid)

Kecicang merupakan sebuah dusun yang terbagi menjadi dua yaitu Kecicang Bali (Banjar Bali) dengan mayoritas penduduknya beragama Hindu dan Kecicang Islam yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Dusun ini terletak di Desa Bungaya, Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem Bali.

Sebuah masjid berdiri megah di tengah perkampungan Kecicang Islam yang diperkirakan sudah ada sejak akhir abad 17 M - awal abad 18 M. Perkiraan tersebut didasarkan pada kekalahan kerajaan Pejanggik di Lombok Tengah pada tahun 1692 sehingga terjadi perpindahan penduduk Islam dari Lombok menuju Karangasem sebagai tentara kerajaan Karangasem. Pada tahun 1740, keseluruhan Pulau Lombok berhasil ditaklukkan oleh kerajaan Karangasem sehingga semakin memperbesar jumlah komunitas Islam di daerah tersebut. Selain Kampung Kecicang, komunitas Islam mendirikan perkampungan di luar pusat kerajaan sebagai pasukan penjaga antara lain di Kampung Ujung Desa, Ujung Sumbawa, Segara Katon, Dangin Sema, Nyuling, Tihing Jangkrik, Kampung Anyar, Karang Sasak, Bukit Tambuhan, Tibulake, Sasak, Karang Cermen, Bangras, Karang Langko, Karang Tohpati, Karang Ampel, Gerembeng, Karang tebu, Jeruk Manis, Gelumpang Sari, Karang Sokong, Telaga Mas, Kedaton, Saren Jawa dan Sindu.

Pada masjid Baiturrahman terdapat kekunaan arkeologi berupa kolam air yang mengelilingi bangunan masjid. Kolam merupakan simbol pembersihan diri (untuk jiwa dan raga) sebelum memasuki bangunan masjid. Sehingga pembangunan kolam sering fungsinya digabungkan dengan tempat berwudlu. Dalam mitos Hindu, bangunan disimbolkan sebagai gunung kehidupan (girimandala) dan kolam disimbolkan sebagai lautan (samudramantana).

Bentuk bangunan masjid berdenah bujur sangkar dengan atap tumpang tiga. Atap tumpang merupakan ciri khas masjid lama yang berkembang di nusantara, dan merupakan adopsi dari bangunan tradisional. Atap tumpang juga sudah digunakan masyarakat Hindu untuk bangunan meru di pura pada masa sebelumnya. Dinding masjid dibuat dari tembok dengan pintu dan jendela yang besar dan banyak sehingga pengaruh arsitektur Belanda terlihat pada bagian ini.

Kekunaan mimbar masjid juga terlihat dari ukiran geometris dan sulur-suluran tumbuhan. Mimbar bagian depan terdapat hiasan kurawal berupa motif sulur floris (tumbuhan) yang dianggap sebagai prototipe (penyamaran) kala makara pada masa Hindu. Masyarakat Bali menyebut hiasan tersebut dengan istilah "patra". Patra Olanda (mendapat pengaruh motif dedaunan Belanda) merupakan patra yang dipahatkan pada mimbar tersebut dan motif ini banyak dipahatkan pada hiasan istana (puri) atau rumah bangsawan di Bali.

Bangunan Masjid Baiturrahman Kecicang Islam merupakan salah satu khasanah budaya Islam di tengah budaya Hindu yang perlu dipertahankan keasliannya, sehingga dapat dijadikan rujukan untuk menelusuri sejarah perkembangan arsitektur Islam di Bali.


Ditulis oleh: Rochtri A. Bawono.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar